Jumat

Orangtua Sering Ditinggalkan, Bertemu Hanya Ketika Dibutuhkan

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.

Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu  sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini  telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu  setiap harinya. 

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke  sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan  anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki  itu.”Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi  kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. ” Anak lelaki itu  sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang  melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus  bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat  tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf aku pun tak memiliki  rumah.

Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun  rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel  itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak  lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih. Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi  denganku,” kata pohon apel.”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan  berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau.  Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah .” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun  kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak  memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak  memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu. “Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.”Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu. ” “Oooh, bagus sekali. Tahukah  kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan  beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan  beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya. Pohon apel itu adalah orang tua kita.Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.

Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang  ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa  pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada  pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya;  dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan  diberikannya pada kita.
Jangan lupa di like Gan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Klik here and you will pay

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
UA-86117584-1